NUNUNG MINTARSIH, S.Pd.,M.Hum.
Peran dalam Menciptakan Budaya Positif
Menciptakan budaya positif di sekolah dilaksanakan dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak.
Dalam penerapan di sekolah saya mencoba untuk memulai dari diri dengan bersikap yang mencerminkan diri sendiri sebagai individu yang menghargai waktu. Dengan kehadiran saya sebagai Kepala Sekolah secara tepat waktu, kemudian menyambut para siswa, maka akan menjadikan suasana pagi menjadi bernilai positif dan menyenangkan. Ditambah dengan mencoba untuk menjadi manajer dengan mempersilahkan guru ataupun siswa untuk bertanggung jawab atas perilakunya dan mencari solusinya sendiri. Sehingga secara bertahap akan menghilangkan motivasi hukuman dan penghargaan diganti dengan konsekuensi dan apresiasi dengan menerapkan segitiga restitusi sebelumnya.
Semua itu berkaitan dengan filosofi pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan menuntun tumbuh kembang peserta didik agar semakin baik budi pekertinya dan menggali potensi mereka untuk dapat keselamatan dan kebahagiaan baik sebagai individu atau anggota masyarakat. Serta sebagai guru untuk dapat menciptakan budaya positif kita harus terus belajar mandiri, kolaboratif, reflektif, berpihak pada murid dan pantang menyerah sesuai dengan nilai guru penggerak yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dalam menciptakan semua tujuan itu maka harus ada prakarsa perubahan yang harus dimiliki oleh seorang guru yang mana tahapan yang digunakan haruslah menggunakan tahapan BAGJA dari teori inkuiri apresiatif.
Refleksi dari Pemahaman atas Keseluruhan Materi Modul Budaya Positif
Mempelajari modul 1.4 budaya positif merupakan sesuatu yang luar biasa bagi saya. Di modul ini saya mempelajari tentang disiplin. Dalam budaya kita, sering memaknai disiplin dengan sesuatu yang dilakukan demi untuk sebuah kepatuhan, sehingga kadang kata disipliln menjadi sebuah kata yang tidak nyaman Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa :
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks Pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat, yaitu disiplin diri yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak bisa mendisiplinkan diri sendiri, maka kita butuh orang lain atau pihak luar untuk menjadi motivasi eksternal. Dengan kata lain, mereka yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Sebagaimana yang disampaikan Ki Hajar Dewantara :
“…pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469).
Sebagai pendidik tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri dan memiliki motivasi intrinsic, bukan ekstrinsi
Modul ini juga membelajarkan saya untuk mengetahui perbedaan hukuman, konsekuensi dan segitiga restitusi. Perbedaan tersebut adalah bahwa disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru di sini senantiasa memonitor murid.
Perubahan yang terjadi pada cara berpikir dalam menciptakan budaya positif di sekolah dan pengalaman terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif. Selama ini kita selalu berpikir bahwa hukuman dan reward merupakan metode terbaik dalam menerapkan disiplin. Ternyata kedua tindakan tersebut hanya bersifat sementara dan dan tidak kontinyu. Oleh karena itu penting dalam menanamkan motivasi intrinsik agar guru ataupun siswa melakukan tindakan sebagai penghargaannya kepada diri sendiri. Gurupun mampu bertindak sebagai manajer, dan bukan sebagai penghukum ataupun pemantau.
Perasaan dalam menerapkan konsep inti Budaya Positif. Perasaan nyaman karena lebih dapat bersikap terbuka dalam berdiskusi dengan guru ataupun murid. Murid juga lebih percaya untuk bercerita secara jujur pada saya. Sehingga saya merasa lebih bisa masuk lagi dalam kehidupan mereka sehingga dapat menuntun mereka kepada jalan yang mereka harapkan. Banyak murid melakukan tindakan yang bermasalah tentunya disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan dasar mereka sebagai anak. Dengan bersikap terbuka, menerapkan segitiga restitusi akan dapat membuka diskusi terbuka, sehingga terselesaikan permasalahan murid.
Pengalaman dalam penerapan Konsep Budaya Positif
Pada penerapannya hal baik yang saya lakukan adalah dalam mengambil posisi diri saya sebagai manajer dan penerapan segitiga restitusi pada peserta didik untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Namun saya perlu memperbaiki diri saya untuk bisa terus konsisten dalam penerapan konsep-konsep tersebut.
Posisi kontrol yang sering diterapkan berdasarkan 5 posisi kontrol dan yang dirasakan selama ini dalam konteks hubungan dengan warga sekolah lebih bersikap sebagai teman. Dengan bersikap sebagai teman ini kami dan siswa pun terasa dekat, namun sikap kontrol tersebut lebih menyebabkan ketergantungan antara guru dan siswa dan belum memunculkan motivasi intrinsik yang mendasari perilakuknya.
Sedangkan posisi guru sebelumnya adalah lebih menjadi penghukum dan pengawas. Misalnya ketika siswa terlambat, biasanya mereka harus membersihkan halaman sekolah.
Sebelum mempelajari modul ini, dalam menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda lebih pada tahap validasi tindakan yang salah. Sehingga tidak memberi kesempatan pada guru untuk mencari solusinya sendiri atas perbuatan mereka. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini hal-hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah adalah terkait bagaimana langkah-langkah memenuhi 5 kebutuhan manusia yang bisa dilakukan di sekolah. Serta bagaimana cara dapat menumbuhkan kesadaran seluruh warga sekolah atas pentingnya nilai-nilai kebajikan, motivasi intrinsik yang mendasari setiap perilaku yang dilakukan.
Komentar Terbaru